The Need to Talk

Kata orang, wanita itu perlu mengeluarkan sekian ribu, ato sekian ratus ribu kata dalam sehari kalo engga dia bisa kenapa kenapa. Itulah kenapa wanita suka bicara. Suka ngomel, suka ngerumpi, ngegosip.

Mereka cuma butuh bicara. Dan pastinya butuh pendengar yang mau berbagi kuping. Sometimes no need for solution. Just to tell the story, share the feelings, speak up the mind, or talk about the unfinished business.

Tapi apa iya mereka selalu dimengerti? Itulah yang saya juga ngga paham. Sebagai seorang wanita yag yang tidak lepas dari kebutuhan yang sama, kadang saking ga ada pendengar, jadilah saya ngoceh sendiri. Monolog. Ga jarang pake bhs asing krn serumah ga ada yg paham sama bahasa2 yg saya pelajari. Lonely. Ato pathetic aq ngga paham juga. Just to feel good kali ya? Huhuw.

Nah, yang jadi pertanyaan saya sendiri, apakah kebutuhan itu juga bisa tersalurkan dengan chatting panjang lewat senam jempol berjam jam? Atau kah memang lisan ini yg harus olahraga?

Dan misal demikian, betapa banyak peluang dosa tercipta, hingga wanita jadi penghuni terbesar neraka. Naudzubillah hi min dzalik…

Sekarang, apakah ngaji berlembar lembar dapat mencukupi kebutuhan tersebut ya? Kalau iya demikian, subhanallah! Betapa pahala yg bisa didapat. Bagi mereka yang memanfaatkan kesempatan dalam hidupnya…

Bagaimana denganmu, Ras?

#nggeserKePojokanPelanPelan

7 thoughts on “The Need to Talk

  1. Oh jadi begitu ya? Tapi memang kalo gak salah, bagian otak di wanita emang lebih dominan pd kemampuan verbal. So it’s in their gens. Mungkin memang seharusnya disalurkan pada hal2 yg positif supaya tdk menimbulkan keburukan

    Like

Leave a comment